Monday, April 10, 2006

Deddy Prihambudi dan Penegakan HAM

Tidak seperti biasanya, Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Deddy Prihambudi yang dikenal selalu meledak-ledak bila berbicara ini mendadak diam sesaat. Kening pria keturunan Jombang Jawa Timur ini berkerut. Matanya memicing. "Persoalan HAM di Indonesia memang rumit, pemerintah masih ambigu dalam persoalan ini," kata Deddy kepada The Jakarta Post Kamis (07/12) ini di Surabaya.

Meski dirinya enggan disebut sebagai pejuang HAM, namun sosok Deddy Prihambudi tidak bisa dilepaskan dari sejarah perjuangan HAM di Jawa Timur. Bagaimana tidak, pria kelahiran Jember, Jawa Timur ini sudah berkecimpung dalam dunia perjuangan HAM sejak dirinya menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang era 80-an.

Bersama kawan-kawan seangkatan dan kakak kelasnya, termasuk (Alm) Munir, Deddy banyak melakukan diskusi terbatas menyangkut persoalan HAM dan Hukum yang di era Orde Baru sering kali dilanggar. "Pergolakan masyarakat dalam kasus tanah masyarakat Nipah, Madura selalu saya kenang. Itu kasus besar yang saya tangani sebelum menjadi pengacara," kenangnya pada The Jakarta Post.

Ketika itu, pemilik tubuh tinggi besar ini baru saja lulus dari FH Unibraw dan langsung bergabung sebagai relawan LBH Surabaya, Cabang Malang di tahun 90-an, bersama (alm) Munir. Hal itu adalah awal Kecintaannya pada dunia perjuangan hukum dan HAM, meski "memaksanya" semakin jauh terlihat aktifitas di LBH Surabaya.

Sosok Deddy dalam perjuangan HAM pun semakin tampak ketika tragedi tewasnya aktivis buruh Marsinah terjadi di Sidoarjo, Jawa Timur di tahun 1993. Bersama Munir, Deddy melakukan investigasi kasus yang hingga saat ini menjadi simbol perjuangan buruh di Indonesia itu. "Kami bergerilya di Sidoarjo, mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Marsinah," katanya.

Teror dan ancaman bagaikan menu sehari-hari bagi Deddy. Apalagi ketika semakin lama, temuan Tim LBH Surabaya semakin mengerucut pada keterlibatan aparat keamanan dalam kasus Marsinah. "Sudah tidak terhitung, berapa kali teror itu saya rasakan," kenangnya. Meski akhirnya, sejarah mencatat kasus Marsinah tidak pernah tuntas hingga saat ini. "Ini adalah pekerjaan rumah bagi bangsa Indonesia, karena dengan bukti-bukti yang begitu gamblang pun, kasus marsinah ini tidak bisa selesai," katanya serius.

Meletusnya peristiwa menculikan aktivis mahasiswa pasca penyerangan Kantor DPP PDIP tahun 1996 direson oleh LBH Surabaya. Deddy menjadi bagian dari Tim Pembela Hukum para aktifis itu. Meski perjuangan mereka kandas, karena para aktivis itu tetap dipenjarakan. Nama Deddy terus melambung, dan dipercaya menjadi Direktur LBH Surabaya selama dua periode di tahun 2001-2003 dan 2003-sekarang.

Bagi penganut Islam taat ini, runtuhnya Orde Baru di bawah Soeharto hingga saat ini tidak menunjukkan adanya perubahan perlakukan HAM. "Di jaman Soeharto, pelanggaran HAM acapkali dilakukan oleh pemerintah dengan menggunakan tangan militer, tapi kini justru mulai tampak kombinasi masyarakat-militer sebagai pelanggar HAM," ujarya.

Hal itu bisa dilihat dari semakin seringnya masyarakat yang terbagi dalam kelompok-kelompok kecil melakukan pelanggaran HAM. "Dalam kasus penodaan agama misalnya, masyarakat dengan terbuka bisa menghakimi pelaku, dan aparat hukum sipil seperti polisi, kejaksaan dan kehakiman tidak berdaya menangani hal itu," jelasnya.

Sementara, belakangan ini sudah muncul laporan ke LBH Surabaya tentang adanya kelompok militer di tingkat teritorial, seperti Babinsa dan Koramil yang mengambil peran polisi. "Sudah mulai terjadi, Babinsa dan Koramil bertanya soal perizinan, apa tugas mereka kembali seperti itu," katanya.

Secara nasional, pun kondisinya tidak jauh berbeda. Meski secara pribadi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tergolong welcome dengan gerakan penegakan HAM, tapi justru ada kelompok lain yang tidak ingin penegakan HAM dilakukan. Deddy mencontohkan kasus kematian Aktivis HAM Munir.

"Dialog yang dilakukan Tim Pencari Fakta kasus Munir dengan Presiden sudah menemukan titik terang, bahkan Presiden mengeluarkan Kepres soal itu, tapi ironisnya, Kepres itu tidak berefek pada beberapa petinggi militer, ini kacau," katanya. "Presiden SBY tersandera oleh ulah beberapa orang," katanya.***

No comments: