Wednesday, April 12, 2006

Dr.M.Sjaifuddin Noer Mencatat Sejarah

Tepuk tangan membahana di ruang pertemuan Gedung Bedah Pusat Terpadu (GBPT) RSU Dr.Soetomo, ketika dr.Muhammad Sjaifuddin Noer memasuki ruangan itu melalui pintu samping. Puluhan orang yang hadir, mulai pengunjung RS, dokter muda, mahasiswa kedokteran Universitas Airlangga hingga wartawan tak henti-henti menyapa dokter berusia 59 tahun itu.

"Wah, semua melihat prosesnya kan, kita sudah mulai melakukan penyayatan wajah Lisa," kata Dr.Din mengawali penjelasan proses operasi "face off" dengan sistem free flap (penyambungan pembuluh darah) pertama di Indonesia, pada pasien Siti Nur Jazillah (Lisa). Dalam proses itu, seluruh wajah Lisa diangkat dan diganti dengan kulit pungung.

Dokter tiga anak ini segera duduk di antara pengunjung dan bersama-sama menyaksikan jalannya operasi "face off" melalui layar monitor. Dengan teliti, Dr.Din menjelaskan detail langkah operasi yang dilakukan. "Oke, saya harus kembali ke ruang operasi untuk melanjutkan pekerjaan saya," katanya.

Begitulah penggalan peristiwa pelaksanaan operasi "face off" Selasa (28/04) lalu. Dalam operasi yang keseluruhan berlangsung selama 18 jam itu pun akhirnya berakhir sukses. Wajah Lisa yang cacat karena diduga disiram oleh suaminya, Mulyono, itu pun berhasil diganti dengan kulit punggungnya. Penyambungan pembuluh darah, sebagai bagian paling sulit dari operasi ini pun tidak menemui kendala berarti.

Dr.Muhammad Sjaifuddin Noer adalah sosok penting dalam kesuksesan operasi ini, karena dokter kelahiran Bangkalan, Madura ini tak lain adalah ketua dari tim dokter "face off". "Semua ini adalah keberhasilan seluruh anggota tim dokter dengan doa dari seluruh masyarakat," katanya merendah.

Dalam dunia medis, Dr.Din memang bukan orang "kemarin sore". Namanya mulai dikenal ketika anak mantan Gubernur Jawa Timur Muhammad Noer ini terpilih sebagai salah satu dokter bedah yang mengikuti training aestetic surgery di Pattaya Thailand pada tahun 1984. Juga ketika di tahun 1992 berangkat ke China untuk menjalani training tissue bank dan dua tahun kemudian berangkat ke Australia untuk mengikuti training bedah plastik.

Sosok yang pernah menjabat sebagai Ketua Bank Jaringan di RSU. Dr.Soetomo ini semakin melambung ketika dia menjadi salah satu anggota tim penanganan korban bom Bali di tahun 2002. "Sudah tidak terhitung lagi operasi plastik yang pernah saya lakukan," kata anggota tim penanganan operasi bayi kembar ini.

Ketertarikan ayah tiga anak ini dalam dunia operasi plastik berawal dari masa kuliahnya di Fakultas Kedokteran Unair pada tahun 1975. "Ada faktor art dalam bedah plastik itu, dibandingkan bedah yang lain," katanya. Karena itulah, Ia memilih untuk mengambil pendidikan dokter spesialis bedah dan melanjutkannya pada pendidikan bedah plastik hingga lulus di tahun 1987.

Julukan ahli bedah plastik pun melekat pada Dr. Din. Tidak tanggung-tanggung joke di kalangan dokter RSU Dr. Soetomo mengatakan Dr. Din bisa melakukan operasi perbaikan hidung hanya dalam waktu 10 menit. Suami Drg. Rina Banarsari ini hanya tersenyum mendengarnya. Tak salah bila dalam operasi "face off" ini, dokter penggemar musik dangdut ini didapuk sebagai ketua tim dokter. "Motif kemanusiaan adalah yang utama dalam operasi "face off" ini," katanya.

Keibaan pada Lisa muncul ketika Dr. Din bertemu dengan wanita asal Malang, Jawa Timur itu 24 Januari 2006 lalu. Ketika itu, Lisa mengeluh lubang hidung kanannya selalu buntu bila dia terserang flu. "Melihat kondisinya, dokter menawarkan operasi wajah setelah dibahas dalam workshop, Lisa mau, jadwal operasi pun ditetapkan," kenangnya.

Sejak awal. Dr.Din meyakini keberhasilan operasi ini. Karena pada tahun 1997, operasi serupa pernah digelar di Argentina. Keyakinan itu seakan mengabaikan sisi biaya yang konon mencapai nilai setengah milyar rupiah. "Biaya sama sekali tidak jadi pertimbangan, Alhamdulillah, akhirnya Pemerintah Propinsi Jawa Timur membantu melalui Rumah Sakit," katanya.

Tidak hanya itu, beberapa organisasi masyarakat pun memberikan sumbangan. "Saya tidak menyangka respon masyarakat bisa sebesar ini, atas nama tim dokter, saya mengucapkan banyak terima kasih," katanya.

Setelah melalui berbagai analisa dan perencanaan matang, operasi "face off" yang sempat diundur pelaksanaannya itupun digelar. Semua terjadi sesuai perencanaan tanpa kendala berarti. Kelelahan pasca 18 jam operasi, mulai pagi hingga pagi lagi yang dilakukan oleh puluhan tim dokter itu pun tidak terasa. Wajah Lisa yang porak-poranda pun berganti dengan kulit baru.

Sejarah yang tertoreh di Surabaya direspon positif oleh beberapa pihak. Menteri Kesehatan RI Fadillah Supari bahkan sempat menangis ketika mengunjungi RSU Dr.Soetomo dan menyaksikan keberhasilan operasi itu. "Saya bisa merasakan, betapa berharganya wajah bagi seorang wanita, tim dokter yang berkerja tanpa pamrih adalah sesuatu yang langka," kata Siti Fadillah di sela tangisannya.

Meski operasi "face off" sudah berlangsung, semua beban yang ada dipundak Dr. Din belum sepenuhnya hilang. "Masih ada kemungkinan ancaman infeksi kuman pada Lisa dari berbagai tempat, itu yang harus kita jaga," katanya. "Tapi semua harus kita jalani demi catatan sejarah medis di Indonesia".***

No comments: